You need to enable javaScript to run this app.

Diam yang Bernilai: Hukum Gerak Saat Salat Jumat

  • Senin, 13 Oktober 2025
  • TIM MARCOM AT-TAUBAH
  • 0 komentar
Diam yang Bernilai: Hukum Gerak Saat Salat Jumat

Setiap hari Jumat, masjid-masjid di seluruh penjuru kota menjadi lebih ramai dari biasanya. Suara azan kedua menggema, jamaah mulai merapatkan saf, dan khatib naik ke mimbar dengan pakaian terbaiknya. Namun di antara suasana khusyuk itu, ada pemandangan yang sering kali kita temui , seseorang yang menggeser posisi duduk, bermain ponsel diam-diam, atau berbicara pelan dengan temannya. Sepele memang, tapi tahukah kita bahwa gerak dan sikap kecil saat salat Jumat ternyata memiliki hukum dan nilai tersendiri dalam pandangan Islam?

Gerakan dalam salat sebenarnya tidak dilarang sepenuhnya. Islam bukan agama yang kaku. Rasulullah SAW sendiri pernah bergerak saat salat, seperti menggendong cucunya Hasan atau Husain, lalu meletakkannya ketika sujud. Dari kisah ini, para ulama menyimpulkan bahwa gerakan kecil yang ada keperluannya tidak membatalkan salat.

Contohnya:

  • Membetulkan pakaian agar tidak terbuka aurat,
  • Merapatkan saf,
  • Menggeser sedikit posisi agar tidak mengganggu jamaah lain.

Namun, gerakan yang banyak dan tanpa alasan bisa membuat salat tidak sah. Imam Nawawi menjelaskan bahwa gerakan yang berlebihan, apalagi dilakukan terus-menerus, dapat menghilangkan kekhusyukan bahkan membatalkan salat. Dalam Mazhab Syafi‘i, tiga gerakan berturut-turut tanpa hajat dianggap cukup untuk membatalkan salat.

Setelah muazin selesai azan dan khatib naik ke mimbar, kewajiban berikutnya bagi jamaah adalah diam dan mendengarkan. Rasulullah SAW bersabda:

Jika engkau berkata kepada temanmu, ‘Diamlah!’ sementara imam sedang berkhutbah, maka engkau telah berbuat sia-sia.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan betapa berharganya sikap diam saat khotbah. Bahkan berbicara untuk menasihati teman pun dianggap mengurangi pahala. Apalagi bermain HP, melamun, atau berbicara hal lain, semua itu bisa membuat seseorang kehilangan pahala Jumat, meski salatnya tetap sah.

Namun Islam tetap memberi ruang kemanusiaan. Jika ada keadaan darurat, seperti memberi tempat bagi jamaah baru, menenangkan anak kecil, atau menghindari gangguan, maka gerakan kecil tetap dibolehkan. Asalkan tidak mengalihkan perhatian dari khotbah.

Pandangan Ulama

Para ulama dari empat mazhab memiliki pandangan yang saling melengkapi tentang adab saat khotbah Jumat:

  • Mazhab Syafi‘i dan Hanbali menegaskan bahwa diam mendengarkan khotbah merupakan syarat sah salat Jumat.
  • Mazhab Hanafi memandang berbicara atau bergerak tidak membatalkan salat, tetapi mengurangi kesempurnaan ibadah.
  • Mazhab Maliki mewajibkan diam, namun mentoleransi gerakan kecil bila ada kebutuhan.

Semua sepakat bahwa diam dan mendengarkan khotbah adalah wujud penghormatan kepada Allah. Diam di sini bukan sekadar tidak berbicara, tetapi bentuk ketundukan dan latihan untuk menenangkan hati.

Rasulullah SAW bersabda:

Barang siapa berwudu dengan baik, lalu datang ke salat Jumat, mendengarkan khotbah dengan tenang dan diam, maka diampuni dosanya antara Jumat itu dan Jumat berikutnya, ditambah tiga hari lagi.” (HR. Muslim)

Menjaga sikap tenang saat salat dan khotbah mungkin tampak sederhana, tetapi di sanalah letak keindahan ibadah. Gerak yang tertib, diam yang khusyuk, dan hati yang fokus mencerminkan keimanan yang hidup.

Bagikan artikel ini:

Beri Komentar

Syafa'ati, M.Pd

- Kepala Sekolah -

بسم الله الرحمن الرحيم Segala puji bagi Allah SWT yang selalu memberikan nikmat dan rezekiNya, serta kesempatan yang luas....

Berlangganan
Jajak Pendapat

Apakah menurut Anda Website kami dapat membantu Anda untuk mendapatkan informasi ?

Hasil
Banner
Jumlah Penggunjung
.